Minggu, 09 September 2012

Pengertian dan Istilah Liturgi

I. Pengertian Liturgi

Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani “leitourgia”, yang berarti “kerja bakti”. Penggunaan kata tersebut dapat diartikan sebagai bentuk kebersamaan umat untuk mengadakan suatu kegiatan demi mempererat relasi dengan Tuhan. Maka, liturgi lebih baik diartikan ibadat yang secara bersama-sama dilakukan oleh Gereja atau ibadat resmi gereja. Liturgi bukan hanya merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa, melainkan juga wahana utama untuk mengantar umat kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus. Liturgi merupakan perayaan iman, yakni pengungkapan iman Gereja.
Ada pula yang mengartikan Liturgi sebagai ibadah, baik berbentuk seremonial maupun praksis. Ibadah yang sejati tidak terbatas pada perayaan di Gereja melalui selebrasi, me-lainkan terwujud di dalam sikap hidup orang percaya di dunia sehari-hari melalui aksi. Aksi ibadah meliputi pelayanan, tindakan, tingkah laku, hidup keagamaan, spiritualitas, praksis hidup, cara berpikir, pola pikir, menanggapi, dan sebagainya. Paulus menegas-kan pengertian ibadah sebagai berikut: Ibadah yang sejati (logike latreia) ialah mem-persembahkan tubuhmu (soma) sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah (Rm 12:1). Menurut Paulus, inti ibadah Kristen adalah mem-persembahkan hidup kepada Tuhan. Tanpa dasar ini, ibadah dalam bentuk apa pun tidak bernilai.

Namun, liturgi atau ibadah dalam pemahaman terbatas juga berarti perayaan iman. Ungkapan iman dan pengajaran disampaikan di dalam suatu perayaan liturgi. Itu dilakukan melalui nyanyian, pembacaan Alkitab, Mazmur-mazmur, simbol-simbol, homili, tata gerak, tata ibadah, tata ruang, tata waktu, dan sebagainya. 


II. Istilah Liturgi

Dalam pelaksanaannya liturgy memiliki persamaan yang setara dengan kebaktian atau ibadat/ibadah.  Penggunaan kata-kata tersebut memiliki makna atau ingin mengungkapkan tujuan tertentu. 

(1) Kata yang paling umum dipakai ialah liturgi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani leitourgia: pelayanan atau kerja (ergon) bangsa, publik, masyarakat, atau umat (laos). Kata laos dan ergon diambil dari kehidupan Yunani kuno waktu itu sebagai kerja nyata publik. Yaitu sesuatu yang ditampilkan sebagai bukti bakti warga negara kepada bangsa dan negara. Secara praktis itu berarti membayar pajak dan melaku-kan bentuk-bentuk pengabdian lain yang sejajar dengan membayar pajak.

(2) Selain liturgi, kata dalam bahasa Indonesia yang sejajar ialah kebaktian. Bakti ialah perbuatan yang menyatakan setia dan hormat, memperhambakan diri, perbuatan baik. Bakti dapat ditujukan baik untuk seseorang, negara, maupun untuk Tuhan. Misalnya Kebaktian Natal.

(3) Kata ibadah (misalnya Ibadah Minggu) berasal dari bahasa Arab ebdu (hamba), sejajar dengan bahasa Ibrani abodah (ebed=hamba). Artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan. Ibadah terkait seerat-eratnya dengan suatu kegiatan manusia terhadap Allah, yakni dengan pelayanan kepada Tuhan.
 

Pelaksanaan Liturgi Katolik

A.     Sakramen-Sakramen
Sakramen-sakramen resmi Gereja Katolik ada 7 (tujuh) terdiri dari Baptis, Krisma, Ekaristi, Perkawinan, Imamat, Pengurapan Orang sakit, dan Pengampunan Dosa. Sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma disebut sebagai sakraman inisiasi. Penggunaan istilah inisiasi dikarenakan ketiga sakramen tersebut sebagai pintu masuk untuk menjadi seorang kristiani yang penuh. Puncak dan sumber liturgi sakramen adalah Perayaan Ekaristi. Konsili Vatikan II menyatakan: "Upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan seluruh Gereja sebagai Sakramen kesatuan, yaitu umat kudus yang berhimpun bersama Uskup" (Sacrosanctum Concilium, no 26). Maka "Sebagai perayaan bersama dengan dihadiri banyak umat yang ikut serta secara aktif, harus ditandaskan, bahwa bentuk ini lebih diutamakan daripada ibadat perorangan yang bersifat pribadi" (Sacrosanctum Concilium, no 27). Disitulah terbukti penggunaan kata liturgi sebagai ungkapan kebersamaan dalam persatuan erat dengan Kristus.
Liturgi dirayakan dengan menggunakan pelbagai tanda dan lambang, baik yang berasal dari pengalaman manusia, tanda-tanda "Perjanjian" antara Allah dan umatNya, tanda-tanda yang diangkat oleh Kristus, dan tanda-tanda sakramental, yang semuanya merujuk pada keselamatan yang berasal dari Kristus, menggambarkan dan mencicipi di masa sekarang kemuliaan surga. Juga dengan menggunakan perkataan (terutama dalam Liturgi Sabda di mana Kitab Suci dibacakan dan direnungkan) dan Tindakan (terkait dengan masing-masing Sakramen: misalnya pembaptisan, pengurapan minyak, Liturgi Ekaristi, penumpangan tangan). Dengan nyanyian dan musik, dan gambar-gambar kudus, misalnya ikon.
B.      Sakramentali dan Devosi
Katekismus Gereja Katolik nomor 1667-1679 secara khusus membahas sakramentali. Beberapa poin penting diantaranya:
  • Gereja mengadakan sakramentali untuk menguduskan jabatan gerejani tertentu, status hidup tertentu, aneka ragam keadaan hidup Kristen serta penggunaan benda-benda yang bermanfaat bagi manusia. (KGK 1668)
  • Sakramentali termasuk wewenang imamat semua orang yang dibaptis: setiap orang yang dibaptis dipanggil untuk menjadi berkat dan untuk memberkati
  • Sakramentali tidak memberi rahmat Roh Kudus seperti sakramen, tetapi hanya mempersiapakn oleh doa Gereja, supaya menerima rahmat dan bekerja sama dengannya (KGK 1670)
1.      Jenis-jenis Sakramentali
Sakramentali dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

a.  Benedictiones Invocative

Pemberkatan sakramentali benedictiones invocative ialah pemberkatan yang tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Artinya, segala upacara atau ibadat pemberkatan, dimana yang yang diberkati itu, entah diri manusia entah benda/barang tertentu, tidak mengalami perubahan status atau perubahan tujuan penggunaannya. Hampir semua ibadat berkat masuk di sini. Objek atau apa yang diberkati bisa berupa orang atau diri manusia dan bisa juga barang atau benda.
Contoh pemberkatan atas manusia: pemberkatan dahi anak dengan tanda salib, pemberkatan orang sakit, pemberkatan jenazah, pemberkatan keluarga, dll. Orang-orang yang diberkati ini tidak mengalami perubahan status, namun jelas memperoleh kurnia rohani yang berupa perlindungan Allah yang dimohon oleh Gereja dalam upacara sakramentali.
Contoh pemberkatan atas benda/barang: pemberkatan rumah, toko, sekoalh, rumah sakit, sawah, benih, kandang, dll. Benda-benda yang diberkati ini tidak mengalami perubahan status, khususnya tidak disebut "barang suci" sesudah diberkati.

b.   Benedictiones Constitutuvae, Consecratio, Dedicatio

Pemberkatan jenis ini mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Maksudnya, begitu diberkati maka orang atau benda sudah dikhususkan untuk Allah.
Benedictiones constitutivae, artinya: segala upacara atau ibadat, dimana yang diberkati itu, entah diri manusia entah benda/barang tertentu, mengalami perubahan status atau perubahan tujuan penggunaannya. Pemberkatan ini membuat yang diberkati itu dikhususkan untuk penggunaan yang bersifat religius atau berhubungan dengan Tuhan. Simbolisasi yang digunakan untuk pemberkatan di sini bisa berupa minyak tertentu, air suci, doa tertentu atau berkat berupa tanda salib.
Contoh atas orang: pengikraran kaul biarawan/biarawati, Contoh atas benda/barang: pemberkatan benda-benda liturgi (busana liturgi, organ, perlengkapan misa), dan pemberkatan salib, rosario, medali, patung suci, lukisan suci, benda-benda devosi, dll.

Consecratio, biasanya diterjemahkan dengan konsekrasi atau pentahbisan. Dalam KHK istilah pentahbisan dalam arti consecratio ini hanya ditujukan pada pentahbisan seseorang atau manusia dan bukan atas barang, yang ciri khasnya menggunakan minyak krisma. Praktik consecratio ini sudah masuk pada liturgi sakramen tahbisan, yakni tahbisan uskup dan imam, dimana orang yang ditahbiskan itu mengalami perubahan status dan perubahan itu ditandai dengan pengurapan minyak krisma. Jadi bisa dibilang tindakan ini adalah tindakan sakramentali yang diadakan di suatu liturgi sakramen.


Dedicatio, biasa diterjemahkan dengan pengudusan atau pembaktian atau juga, pemberkatan (catatan kotjokotjo: terjemahan resmi KWI untuk dedicatio adalah DEDIKASI ). Dedicatio berarti pemberkatan atau penyucian untuk suatu benda atau barang yang membawa akibat bahwa benda atau barang itu dikuduskan atau dipersembahkan kepada Allah sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk tujuan profan. Simbolisasi dedicatio adalah pengolesan mintak krisma pada benda atau barang itu. Contoh dedicatio adalah pemberkatan gedung gereja dan altar, dimana setelah diberkati gereja dan altar tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk keperluan liturgis dan ibadat.


c.    Eksorsisme

Eksorsisme imprekatoris, berarti pengusiran setan dengan perintah. Ini jenis pengusiran setan melalui suatu rumusan yang eksplisit mengucapkan perintah pengusiran atau memerintahkan agar setan keluar dari seseorang atau suatu benda. Ibadat dan doa eksorsisme yang dengan perintah ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Orang ini haruslah seorang imam yang "saleh, ahli, bijaksana, serta tidak tercela hidupnya", dan ijinnya diberikan oleh ordinaris wilayah, misalnya uskup setempat (KHK 1172). Ini aturan yang penting agar tidak asal setiap orang merasa mampu dan berhak untuk mengusir setan.

Eksorsisme deprekatoris, yaitu pengusiran setan dengan doa permohonan. Ini lebih merupakan suatu doa yang memohon agar Tuhan menjauhkan seseorang atau suatu benda dari penguasaan setan atau kuasa jahat. Pengusiran setan jenis ini jauh lebih halus dan lembut dan lebih biasa kita jumpai, secara khusus dalam upacara-upacara tobat (scrutinia) pada para katekumen atau calon baptis. Scrutinia ini intinya berupa doa pembebasan agar orang-orang yang dibaptis itu dibebaskan oleh kuasa Allah dari kuasa jahat, dan mampu meninggalkan segala kebiasaan yang tidak baik untuk bisa memasuki kehidupan baru sebagai anak-anak Allah saat dibaptis nanti.
C.     Penggolongan bentuk perayaan Gereja
Gereja katolik memiliki masa-masa liturgy yang sudah disusun sedemikian rupa sesuai dengan penanggalan liturgi. Sepanjang tahun Gereja merayakan karya keselamatan Allah dengan kenangan suci. Seminggu sekali pada hari Minggu, yang disehut Hari Tuhan. Sekali setahun Gereja merayakan kebangkitan Tuhan pada hari Paska, bersama-sama dengan sengsara dan wafatNya yang menyelamatkan. Sekali setahun Gereja merayakan kelahiran Tuhan (Natal). Kenangan-kenangan itu menjadi pedoman hidup setiap hari dengan corak tertentu. Maka ada Masa (Lingkaran) Liturgi yang berhubungan dengan Natal, ada Masa (Lingkaran) Liturgi yang berkaitan dengan Paskah, dan ada Masa Biasa.
1.            Masa Liturgi
Masa Liturgi diatur dengan lengkap dalam Tahun Liturgi, yang dimulai dengan Masa Adven, Masa Natal, Masa Biasa bagian I, Masa Prapaska, Masa Paska, dan Masa Biasa bagian II ditutup dengan Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta.
a.      Masa Advent-Natal
1) Masa Advent

Sebelum merayakan Natal, pesta kelahiran Kristus, semua orang yang berdosa perlu mempersiapkan diri untuk menyambut kedatanganNya. Di dalam tahun liturgi waktu untuk mempersiapkan diri menyongsong kelahiran Kristus ini kita kenal sebagai masa advent, yaitu masa penantian. Di masa adven ini sesungguhnya merupakan masa penuh refleksi. Kita merefleksikan kehidupan kita dengan jujur untuk menemukan kenyataan diri kita di hadapan Tuhan yang maha agung. Di dalam proses persiapan diri ini, kita akan menemukan diri kita sebagai orang yang berdosa yang membutuhkan penyelamatan dari Tuhan. Oleh sebab itu dalam arti tertentu, masa advent merupakan masa pemurnian diri. Masa dimana kita menyadari keberdosaan kita dan di dalam penyesalan, kita berbalik kembali dari kenyataan keberdoasaan kita menuju jalan kebenaran. Inilah yang dinamakan jalan pertobatan. Sehingga di dalam masa advent yang berlangsung kurang lebih empat minggu ini, secara liturgis kita akan disuguhkan dengan berbagai bacaan sehubungan dengan pertobatan sebagai jalan menuju keselamatan.

Oleh sebab itu dalam masa ini dimensi-dimensi yang mau ditekankan berkenaan dengan persoalan berjaga-jaga dan berdoa, kehidupan spiritual yang penuh kegembiraan karena akan lahir seorang penebus, kegembiraan ini sebagaimana yang ditunjukan oleh Maria sendiri lewat kata-katanya; “jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah penyelamatku”

2) Masa Natal
Secara harafiah Natal merupakan hari kelahiran Kristus. Di dalam tahun liturgi Natal menjadi perayaan istimewa. Sebab, Natal menjadi saat dimana Allah mengambil rupa manusia di dalam misteri inkarnasi. Kelahiran Kristus ke dunia menjadi titik awal misi keselamatan Kristus di dunia (Mirabilis Sacramentum). Di dalam masa Natal ini, kita merenungkan kelahiran putra Allah yang penuh misteri. Ia dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh perawan Maria. Suatu proses kelahiran yang melampaui akal sehat manusia. Sehingga di dalam masa Natal ini gereja sesungguhnya hendak merayakan misteri Agung Allah yang bekerja sama dengan manusia untuk menyelamatkan manusia dan segala isinya dari kuasa setan. Allah sendiri turun ke dunia untuk membangun kembali relasi yang telah dirusakan oleh manusia yang menyangkali cintaNya.

Dengan kata lain di dalam perayaan Natal, kita merayakan peristiwa pemberian Allah bagi kita. Dengan kata lain Natal merupakan realisasi paling nyata cinta Allah kepada kita. CintaNya melampaui besarnya dosa kita. Di dalam peristiwa Natal ini, kita berjumpa dengan Allah yang bukan Allah pendendam, bukan Allah yang selalu memperhitungkan dosa kita, melainkan Allah yang penuh belaskasihan, Allah yang turut mengambil bagian di dalam penderitaan kita. Partisipasi diri Allah di dalam kenyataan hidup kita ditunjukkanNya di dalam keadaan kelahiranNya. Allah di lahirkan di kandang yang hina yang dapat kita dengarkan di dalam bacaan-bacaan suci, atau melalui simbol-simbol yang menjadi ekspresi iman kita di dalam pembuatan kandang Natal. Allah yang solider dengan kita inilah yang di dalam perayaan Natal kita rayakan. Sebab Dia yang sama dengan kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa, Dialah yang juga menyelamatkan kita.

Oleh sebab itu perayaan Natal yang terus dirayakan tiap tahun, merupakan suatu pernyataan iman gereja akan sikap solider Allah yang selalu datang untuk menyelamatkan manusia dari kungkungan dosa. Dan pada pemahaman yang sama, manusia juga dituntut untuk selalu terbuka kepada tawaran keselamatan Allah ini. Sebab hanya melalui kerjasama antara Allah dan manusia, keselamatan itu sungguh menggembirakan. Sebab melalui kerja sama ini manusia tidak lagi disebut hamba dosa, melainkan anak-anak Allah yang telah diselamatkan.

b.      Masa Prapaskah-Masa Paskah
1). Masa Prapaskah

Sebelum memasuki masa paskah, dalam kelender liturgi menyiapkan suatu masa yang kita kenal dengan masa Prapaskah. Masa prapaskah ini diawali dengan perayaan hari Rabu Abu. Di dalam masa Prapaskah ini memiliki warna dan nuansa yang sangat unik. Masa dimana menjadi masa penuh refleksi. Orang-orang diberi waktu untuk memeriksa batinnya, diberi waktu untuk menyatakan sesal dan tobatnya di dalam batin, kata dan perbuatannya. Pada masa ini juga orang diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas mati raga (berpantang dan berpuasa) dan karya amal sebagai suatu perwujudan nyata dari dirinya yang mau bersolider dengan sesamanya yang menderita dan juga sebagai tahap dalam diri untuk mengalami misteri kebangkitan dan penebusan Kristus.

Sebagai tanda pertobatan sekaligus memasuki masa pertobatan ini, kita sebagai umat Katolik mendapatkan abu di dahi sebagai tanda yang mengingatkan kita untuk bertobat, sekaligus tanda akan kerapuhan diri kita sebagai manusia dan sebagai tanda ketidak abadian dunia. Oleh sebab itu tanda abu ini juga mengingatkan kita bahwa keselamatan hanya bersumber dari Tuhan.

Masa prapaskah yang dirayakan selama 40 hari ini sering dihayati sebagai hari ret-ret agung. Sebagaimana Musa berpuasa dan memurnikan diri di gunung Sinai dan Elia di gunung Horeb, (bdk. Kel 24:18, I Raj 19:8). Atau Yesus berpuasa selama 40 hari sebelum Ia tampil dan mengajar di depan umum. Masa prapaskah yang dirayakan selama 40 hari ini juga, menjadi saat dimana kita memurnikan diri dan mempererat diri dengan Tuhan. Di masa ini juga kita merenungkan sabdaNya, sebagaimana ketika Yesus di padang gurun Ia mengatakan kepada iblis yang menggodaNya untuk mengubah batu menjadi roti. Yesus mengatakan: “manusia tidak hidup dari roti saja melainkan dari sabda Tuhan”. Inilah alasan mengapa masa prapaskah adalah masa dimana kita belajar untuk semakin mengenal kehendak Tuhan yang termaktub di dalam kitab suci.

Di masa prapaskah ini juga, orang tidak saja memperbaharui relasinya dengan Tuhan tetapi juga dengan sesamanya. Sikap menjalin hubungan yang baik dengan sesama merupakan ekspresi nyata dari mengamalkan sabda dan kehendak Tuhan di dalam hidup berkemanusiaan.

Sesungguhnya di dalam masa prapaskah ini kita mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus, dimana kita tidak saja mengadakan ziarah iman tentang peristiwa jalan salib Yesus dari kelahiran hingga kematianNya, tetapi juga mau sedikit merasakan secara konkret penderitaan yang pernah dialamiNya.

2) Masa Paskah
Paskah merupakan perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Di dalam peristiwa paskah ini, kita merayakan peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Kristus menjadi anak domba Paskah yang dikorbankan. Memasuki masa Paskah, menandakan bahwa masa Prapaskah telah berakhir. Kita sekalian memasuki masa Paskah dengan terlebih dahulu merayakan pekas suci yaitu Minggu Palma. Sebuah perayaan mengenang masuknya Yesus ke Yerusalem dengan menggunakan keledai yang disambut dengan sorak-sorai.

Tiga hari sebelum Minggu Paskah kita merayakan tiga hari suci (Tri Hari Suci) yaitu: hari Kamis Putih (warna liturgi putih), hari Jumat Agung (warna liturgi merah), dan hari Sabtu Suci (warna liturgi putih). Pada hari Kamis Putih, kita mengenang peristiwa perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya. Peristiwa Kamis Putih ini juga menjadi peristiwa penetapan Ekaristi dimana Yesus sendiri memberikan amanatNya kepada para murid untuk terus mengenang diriNya di dalam perjamuan selanjutnya. Di sini saya merefleksikan bahwa Kristus selalu hadir secara nyata di dalam perayaan ekaristi yang kita rayakan. Sebagaimana Ia mengatakan “inilah tubuhKu, inilah darahKu, lakukan ini sebagai peringatan akan Daku”, Kristus yang sama juga yang mengatakan “inilah tubuhKu, inilah darahKu, lakukan ini sebagai peringatan akan Daku” ketika imam mengucapkannya di dalam perayaan ekaristi. Perayaan ekaristi sungguh menghadirkan Kristus secara nyata dan hidup.

Usai Yesus merayakan perjamuan paskah bersama-murid-muridNya, ia ditangkap, diadili dan disiksa. Peristiwa penderitaan Yesus ini kita rayakan pada hari jumat Sengsara. Di hari Jumat ini kita mengikuti perjalanan salib Yesus dari peristiwa penangkapan Yesus, pengadilan, siksaan, menuju bukit Golgota dan akhirnya sampai pada kematianNya di kayu salib. Ketika mengikuti merenungkan perjalanan salib Yesus ini dengan penuh iman, kita pun akan merasakan bagaimana kemanusiaan Yesus dirampas habis-habisan oleh ciptaanNya sendiri. Bagaimana kita sebagai ciptaan mengadili dan menyiksa pencipta kita. Suatu peristiwa yang paling menyakitkan.

Perayaan Jumat sengsara ini menghantar kita untuk sampai pada refleksi yang mendalam akan cinta Tuhan yang paling agung, dimana Ia mengorbankan nyawa-Nya sendiri demi menebus dosa-dosa kita. Ia rela menanggung dosa-dosa kita bahkan rela untuk mati bahkan mati di salib yang hina. Peristiwa kematian Kristus di salib ini mengajarkan kita akan makna sebuah salib. Lewat salib itulah kita diselamatkan Tuhan. Oleh sebab itu lewat salib pun kita diajarkan Tuhan untuk tetap setia menanggung salib kita masing-masing. Di dalam kesetiaan kita dalam memanggul salib kita seraya tetap menaruh kepercayaan kepada Kristus kita pasti diselamatkanNya.

Walaupun demikian sejarah Yesus Kristus tidak berhenti pada kematianNya. Pada hari selanjutnya, Ia bangkit. Kebangkitan Kristus menjadi suatu peristiwa mulia dimana kita kembali mendapatkan harapan, bahwa Yesus itu Tuhan yang hidup. Ia dapat mengalahkan dosa dan maut lewat peristiwa kebangkitanNya. Di dalam dan melalui peristiwa kebangkitan Kristus ini iman kita memiliki dasar yang kokoh dan iman kita kepadaNya tidak pernah sia-sia dan para murid adalah saksiNya. Setelah triduum Paskah ini di sebut oktaf paskah hingga hari minggu setelah Minggu paskah. Selanjutnya pekan paskah yang berlangsung selama 7 Minggu dan berakhir pada hari pentekosta.

3) Masa Biasa
Masa biasa di dalam tahun liturgi dimulai setelah hari penampakan Tuhan (Epifani) dan berakhir pada hari raya Kristus raja semesta alam. Warna khas liturgi pada masa biasa ini adalah hijau yang menandakan masa yang penuh harapan. Disebut Masa Biasa karena di dalam masa ini tidak terdapat Misteri Kristus yang dirayakan secara khusus. Masa biasa memberi kesan bahwa masa itu tidak ada perayaan yang terjadi secara luar biasa. Misteri Kristus dirayakan secara meriah hanya di hari Minggu. Dimana tema utama di dalam bacaan-bacaan pada hari Minggu, selalu menyangkut misteri Kristus.

Akan tetapi perayaan masa biasa ini jangan dilihat sebagai suatu perayaan yang kurang nilai keselamatannya. Atau suatu perayaan yang tidak lengkap. Perayaan ekaristi pada masa biasa juga adalah suatu perayaan yang penuh, yakni di dalamnya, dirayakan secara utuh misteri penyelamatan Yesus. Oleh sebab itu tidak dibenarkan jika kita menyepelehkan misteri iman yang kita rayakan dalam ekaristi di masa biasa ini. Sebagaimanapun Ekaristi itu dirayakan, Ekaristi tetap menjadi sumber dan puncak kehidupan kita. Maka sangatlah tidak benar jika kita hanya mengambil bagian di dalam perayaan Ekaristi secara aktif pada masa-masa Natal dan Paskah.

Perayaan keselamatan Allah itu terjadi secara terus menerus. Oleh sebab itu, kita pun harus merayakannya tanpa henti. Bukan berarti juga kita menyangkali hari-hari khusus yang telah ditetapkan gereja di dalam tahun liturgi. Tetapi bahwa di dalam masa biasapun kita tetap merayakan misteri yang sama walau tak dirayakan secara istimewa, yaitu ucapan syukur atas karya penebusan dan kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.

Lebih dari itu hari minggu pun disejajarkan dengan hari-hari raya lainnya. Dimana pada hari Minggu, bersama seluruh umat beriman kita merayakan dengan penuh syukur karya penyelamatan Allah yang hadir dalam diri Yesus Kristus lewat peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Bersama umat beriman juga kita mengucap syukur karena selama sepekan kita mendapatkan perlindungan dan kasih karunia Tuhan. Dan dengan merayakannya kita sesungguhnya menguduskan hari Tuhan sesuai perintah Allah yang ke tiga serta menunaikan lima perintah Gereja yang mengatakan rayakanlah Ekaristi pada hari Minggu dan Hari Raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.

2.      Perayaan
1)     Kenaikan Tuhan
2)     Turunnya Roh Kudus atas Para Rasul
3)     D Pesta Ordo / Kongreagasi komunitas religious
4)     Hari Tuhan
Hari Minggu adalah hari di mana umat berkumpul merayakan liturgi, "untuk mendengarkan Sabda Allah dan ikut serta dalam perayaan Ekaristi, mengenangkan sengsara, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah" (Sacrosanctum Concilium no 106).
5)     Peringatan Orang Kudus
Dalam daur tahunan, Gereja merayakan peringatan para martir dan orang kudus sebagai perayaan Paska Tuhan di dalam mereka "yang telah menderita dan dimuliakan bersama Kristus. Gereja memaparkan teladan mereka kepada umat beriman dalam menarik semua orang kepada Allah Bapa melalui Kristus, dan atas pahala-pahala yang diterima para martir dan orang kudus, Gereja memohon karunia-karunia dari Allah" (Sacrosanctum Concilium no 104).
6)     Ibadat Harian (Horarium)
Ibadat Harian merupakan doa seluruh Gereja. Setiap orang ambil bagian di dalamnya sesuai dengan tempatnya di Gereja dan menurut status hidupnya: para imam, biarawan dan biarawati, dan awam menurut kemungkinan yang ada pada mereka. Ibadat Harian dapat dilakukan bersama atau secara perorangan. Ibadat Harian seakan-akan merupakan kelanjutan dari perayaan Ekaristi.