A. Sakramen-Sakramen
Sakramen-sakramen resmi Gereja Katolik ada
7 (tujuh) terdiri dari Baptis, Krisma, Ekaristi, Perkawinan, Imamat, Pengurapan
Orang sakit, dan Pengampunan Dosa. Sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma disebut
sebagai sakraman inisiasi. Penggunaan istilah inisiasi dikarenakan ketiga
sakramen tersebut sebagai pintu masuk untuk menjadi seorang kristiani yang
penuh. Puncak dan sumber liturgi sakramen
adalah Perayaan
Ekaristi. Konsili
Vatikan II menyatakan: "Upacara liturgi
bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan seluruh Gereja sebagai
Sakramen kesatuan, yaitu umat kudus yang berhimpun bersama Uskup"
(Sacrosanctum Concilium, no 26). Maka "Sebagai perayaan bersama dengan
dihadiri banyak umat yang ikut serta secara aktif, harus ditandaskan, bahwa
bentuk ini lebih diutamakan daripada ibadat perorangan yang bersifat
pribadi" (Sacrosanctum Concilium, no 27). Disitulah terbukti penggunaan
kata liturgi sebagai ungkapan kebersamaan dalam persatuan erat dengan Kristus.
Liturgi dirayakan dengan
menggunakan pelbagai tanda dan lambang, baik yang berasal dari pengalaman
manusia, tanda-tanda "Perjanjian" antara Allah dan umatNya,
tanda-tanda yang diangkat oleh Kristus, dan tanda-tanda sakramental, yang
semuanya merujuk pada keselamatan yang berasal dari Kristus, menggambarkan dan
mencicipi di masa sekarang kemuliaan surga. Juga dengan menggunakan perkataan
(terutama dalam Liturgi Sabda di mana Kitab Suci dibacakan dan direnungkan) dan
Tindakan (terkait dengan masing-masing Sakramen: misalnya pembaptisan,
pengurapan minyak, Liturgi Ekaristi, penumpangan tangan). Dengan nyanyian dan
musik, dan gambar-gambar kudus, misalnya ikon.
B. Sakramentali dan Devosi
Katekismus
Gereja Katolik nomor 1667-1679 secara khusus membahas sakramentali. Beberapa
poin penting diantaranya:
- Gereja mengadakan sakramentali
untuk menguduskan jabatan gerejani tertentu, status hidup tertentu, aneka
ragam keadaan hidup Kristen serta penggunaan benda-benda yang bermanfaat
bagi manusia. (KGK 1668)
- Sakramentali
termasuk wewenang imamat semua orang yang dibaptis: setiap orang yang
dibaptis dipanggil untuk menjadi berkat dan untuk memberkati
- Sakramentali
tidak memberi rahmat Roh Kudus seperti sakramen, tetapi hanya
mempersiapakn oleh doa Gereja, supaya menerima rahmat dan bekerja sama
dengannya (KGK 1670)
1. Jenis-jenis
Sakramentali
Sakramentali dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
a.
Benedictiones Invocative
Pemberkatan sakramentali benedictiones invocative ialah pemberkatan yang tidak
mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Artinya, segala
upacara atau ibadat pemberkatan, dimana yang yang diberkati itu, entah diri
manusia entah benda/barang tertentu, tidak mengalami perubahan status atau
perubahan tujuan penggunaannya. Hampir semua ibadat berkat masuk di sini. Objek
atau apa yang diberkati bisa berupa orang atau diri manusia dan bisa juga
barang atau benda.
Contoh pemberkatan atas manusia: pemberkatan dahi anak dengan tanda salib,
pemberkatan orang sakit, pemberkatan jenazah, pemberkatan keluarga, dll.
Orang-orang yang diberkati ini tidak mengalami perubahan status, namun jelas
memperoleh kurnia rohani yang berupa perlindungan Allah yang dimohon oleh Gereja
dalam upacara sakramentali.
Contoh pemberkatan atas benda/barang: pemberkatan rumah, toko, sekoalh, rumah
sakit, sawah, benih, kandang, dll. Benda-benda yang diberkati ini tidak
mengalami perubahan status, khususnya tidak disebut "barang suci"
sesudah diberkati.
b.
Benedictiones Constitutuvae, Consecratio, Dedicatio
Pemberkatan jenis ini mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang
diberkati. Maksudnya, begitu diberkati maka orang atau benda sudah dikhususkan
untuk Allah.
Benedictiones constitutivae, artinya: segala upacara atau ibadat, dimana yang
diberkati itu, entah diri manusia entah benda/barang tertentu, mengalami
perubahan status atau perubahan tujuan penggunaannya. Pemberkatan ini membuat
yang diberkati itu dikhususkan untuk penggunaan yang bersifat religius atau
berhubungan dengan Tuhan. Simbolisasi yang digunakan untuk pemberkatan di sini
bisa berupa minyak tertentu, air suci, doa tertentu atau berkat berupa tanda
salib.
Contoh atas orang: pengikraran kaul biarawan/biarawati, Contoh atas
benda/barang: pemberkatan benda-benda liturgi (busana liturgi, organ,
perlengkapan misa), dan pemberkatan salib, rosario, medali, patung suci,
lukisan suci, benda-benda devosi, dll.
Consecratio, biasanya diterjemahkan dengan
konsekrasi atau pentahbisan. Dalam KHK istilah pentahbisan dalam arti
consecratio ini hanya ditujukan pada pentahbisan seseorang atau manusia dan
bukan atas barang, yang ciri khasnya menggunakan minyak krisma. Praktik
consecratio ini sudah masuk pada liturgi sakramen tahbisan, yakni tahbisan
uskup dan imam, dimana orang yang ditahbiskan itu mengalami perubahan status
dan perubahan itu ditandai dengan pengurapan minyak krisma. Jadi bisa dibilang
tindakan ini adalah tindakan sakramentali yang diadakan di suatu liturgi
sakramen.
Dedicatio, biasa diterjemahkan dengan
pengudusan atau pembaktian atau juga, pemberkatan (catatan kotjokotjo:
terjemahan resmi KWI untuk dedicatio adalah DEDIKASI ). Dedicatio berarti
pemberkatan atau penyucian untuk suatu benda atau barang yang membawa akibat
bahwa benda atau barang itu dikuduskan atau dipersembahkan kepada Allah
sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk tujuan profan. Simbolisasi dedicatio
adalah pengolesan mintak krisma pada benda atau barang itu. Contoh dedicatio
adalah pemberkatan gedung gereja dan altar, dimana setelah diberkati gereja dan
altar tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk keperluan liturgis
dan ibadat.
c.
Eksorsisme
Eksorsisme imprekatoris,
berarti pengusiran setan dengan perintah. Ini jenis pengusiran setan melalui
suatu rumusan yang eksplisit mengucapkan perintah pengusiran atau memerintahkan
agar setan keluar dari seseorang atau suatu benda. Ibadat dan doa eksorsisme
yang dengan perintah ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Orang ini
haruslah seorang imam yang "saleh, ahli, bijaksana, serta tidak tercela
hidupnya", dan ijinnya diberikan oleh ordinaris wilayah, misalnya uskup
setempat (KHK 1172). Ini aturan yang penting agar tidak asal setiap orang
merasa mampu dan berhak untuk mengusir setan.
Eksorsisme deprekatoris,
yaitu pengusiran setan dengan doa permohonan. Ini lebih merupakan suatu doa
yang memohon agar Tuhan menjauhkan seseorang atau suatu benda dari penguasaan
setan atau kuasa jahat. Pengusiran setan jenis ini jauh lebih halus dan lembut
dan lebih biasa kita jumpai, secara khusus dalam upacara-upacara tobat
(scrutinia) pada para katekumen atau calon baptis. Scrutinia ini intinya berupa
doa pembebasan agar orang-orang yang dibaptis itu dibebaskan oleh kuasa Allah
dari kuasa jahat, dan mampu meninggalkan segala kebiasaan yang tidak baik untuk
bisa memasuki kehidupan baru sebagai anak-anak Allah saat dibaptis nanti.
C. Penggolongan bentuk perayaan Gereja
Gereja katolik memiliki masa-masa
liturgy yang sudah disusun sedemikian rupa sesuai dengan penanggalan liturgi.
Sepanjang tahun Gereja merayakan karya keselamatan Allah dengan kenangan suci.
Seminggu sekali pada hari Minggu, yang disehut Hari Tuhan. Sekali setahun
Gereja merayakan kebangkitan Tuhan pada hari Paska, bersama-sama dengan
sengsara dan wafatNya yang menyelamatkan. Sekali setahun Gereja merayakan
kelahiran Tuhan (Natal). Kenangan-kenangan itu menjadi pedoman hidup setiap
hari dengan corak tertentu. Maka ada Masa (Lingkaran) Liturgi yang berhubungan
dengan Natal, ada Masa (Lingkaran) Liturgi yang berkaitan dengan Paskah, dan
ada Masa Biasa.
1.
Masa Liturgi
Masa Liturgi diatur dengan
lengkap dalam Tahun Liturgi, yang dimulai dengan Masa Adven, Masa Natal, Masa
Biasa bagian I, Masa Prapaska, Masa Paska, dan Masa Biasa bagian II ditutup
dengan Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta.
a.
Masa
Advent-Natal
1) Masa Advent
Sebelum merayakan Natal, pesta kelahiran Kristus, semua orang yang berdosa
perlu mempersiapkan diri untuk menyambut kedatanganNya. Di dalam tahun liturgi
waktu untuk mempersiapkan diri menyongsong kelahiran Kristus ini kita kenal
sebagai masa advent, yaitu masa penantian. Di masa adven ini sesungguhnya
merupakan masa penuh refleksi. Kita merefleksikan kehidupan kita dengan jujur
untuk menemukan kenyataan diri kita di hadapan Tuhan yang maha agung. Di dalam
proses persiapan diri ini, kita akan menemukan diri kita sebagai orang yang
berdosa yang membutuhkan penyelamatan dari Tuhan. Oleh sebab itu dalam arti
tertentu, masa advent merupakan masa pemurnian diri. Masa dimana kita menyadari
keberdosaan kita dan di dalam penyesalan, kita berbalik kembali dari kenyataan
keberdoasaan kita menuju jalan kebenaran. Inilah yang dinamakan jalan
pertobatan. Sehingga di dalam masa advent yang berlangsung kurang lebih empat
minggu ini, secara liturgis kita akan disuguhkan dengan berbagai bacaan
sehubungan dengan pertobatan sebagai jalan menuju keselamatan.
Oleh sebab itu dalam masa ini dimensi-dimensi yang mau ditekankan berkenaan
dengan persoalan berjaga-jaga dan berdoa, kehidupan spiritual yang penuh
kegembiraan karena akan lahir seorang penebus, kegembiraan ini sebagaimana yang
ditunjukan oleh Maria sendiri lewat kata-katanya; “jiwaku memuliakan Tuhan dan
hatiku bergembira karena Allah penyelamatku”
2)
Masa Natal
Secara harafiah Natal merupakan hari kelahiran Kristus. Di dalam tahun
liturgi Natal menjadi perayaan istimewa. Sebab, Natal menjadi saat dimana Allah
mengambil rupa manusia di dalam misteri inkarnasi. Kelahiran Kristus ke dunia
menjadi titik awal misi keselamatan Kristus di dunia (Mirabilis Sacramentum).
Di dalam masa Natal ini, kita merenungkan kelahiran putra Allah yang penuh
misteri. Ia dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh perawan Maria. Suatu
proses kelahiran yang melampaui akal sehat manusia. Sehingga di dalam masa
Natal ini gereja sesungguhnya hendak merayakan misteri Agung Allah yang bekerja
sama dengan manusia untuk menyelamatkan manusia dan segala isinya dari kuasa
setan. Allah sendiri turun ke dunia untuk membangun kembali relasi yang telah
dirusakan oleh manusia yang menyangkali cintaNya.
Dengan kata lain di dalam perayaan Natal, kita merayakan peristiwa pemberian
Allah bagi kita. Dengan kata lain Natal merupakan realisasi paling nyata cinta
Allah kepada kita. CintaNya melampaui besarnya dosa kita. Di dalam peristiwa
Natal ini, kita berjumpa dengan Allah yang bukan Allah pendendam, bukan Allah yang
selalu memperhitungkan dosa kita, melainkan Allah yang penuh belaskasihan,
Allah yang turut mengambil bagian di dalam penderitaan kita. Partisipasi diri
Allah di dalam kenyataan hidup kita ditunjukkanNya di dalam keadaan
kelahiranNya. Allah di lahirkan di kandang yang hina yang dapat kita dengarkan
di dalam bacaan-bacaan suci, atau melalui simbol-simbol yang menjadi ekspresi
iman kita di dalam pembuatan kandang Natal. Allah yang solider dengan kita
inilah yang di dalam perayaan Natal kita rayakan. Sebab Dia yang sama dengan
kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa, Dialah yang juga menyelamatkan
kita.
Oleh sebab itu perayaan Natal yang terus dirayakan tiap tahun, merupakan suatu
pernyataan iman gereja akan sikap solider Allah yang selalu datang untuk
menyelamatkan manusia dari kungkungan dosa. Dan pada pemahaman yang sama,
manusia juga dituntut untuk selalu terbuka kepada tawaran keselamatan Allah
ini. Sebab hanya melalui kerjasama antara Allah dan manusia, keselamatan itu
sungguh menggembirakan. Sebab melalui kerja sama ini manusia tidak lagi disebut
hamba dosa, melainkan anak-anak Allah yang telah diselamatkan.
b.
Masa
Prapaskah-Masa Paskah
1). Masa Prapaskah
Sebelum
memasuki masa paskah, dalam kelender liturgi menyiapkan suatu masa yang kita
kenal dengan masa Prapaskah. Masa prapaskah ini diawali dengan perayaan hari
Rabu Abu. Di dalam masa Prapaskah ini memiliki warna dan nuansa yang sangat
unik. Masa dimana menjadi masa penuh refleksi. Orang-orang diberi waktu untuk
memeriksa batinnya, diberi waktu untuk menyatakan sesal dan tobatnya di dalam
batin, kata dan perbuatannya. Pada masa ini juga orang diberi kesempatan untuk
melakukan aktifitas mati raga (berpantang dan berpuasa) dan karya amal sebagai
suatu perwujudan nyata dari dirinya yang mau bersolider dengan sesamanya yang
menderita dan juga sebagai tahap dalam diri untuk mengalami misteri kebangkitan
dan penebusan Kristus.
Sebagai tanda pertobatan sekaligus memasuki masa pertobatan ini, kita sebagai
umat Katolik mendapatkan abu di dahi sebagai tanda yang mengingatkan kita untuk
bertobat, sekaligus tanda akan kerapuhan diri kita sebagai manusia dan sebagai
tanda ketidak abadian dunia. Oleh sebab itu tanda abu ini juga mengingatkan
kita bahwa keselamatan hanya bersumber dari Tuhan.
Masa prapaskah yang dirayakan selama 40 hari ini sering dihayati sebagai hari
ret-ret agung. Sebagaimana Musa berpuasa dan memurnikan diri di gunung Sinai
dan Elia di gunung Horeb, (bdk. Kel 24:18, I Raj 19:8). Atau Yesus berpuasa
selama 40 hari sebelum Ia tampil dan mengajar di depan umum. Masa prapaskah
yang dirayakan selama 40 hari ini juga, menjadi saat dimana kita memurnikan
diri dan mempererat diri dengan Tuhan. Di masa ini juga kita merenungkan
sabdaNya, sebagaimana ketika Yesus di padang gurun Ia mengatakan kepada iblis
yang menggodaNya untuk mengubah batu menjadi roti. Yesus mengatakan: “manusia
tidak hidup dari roti saja melainkan dari sabda Tuhan”. Inilah alasan mengapa
masa prapaskah adalah masa dimana kita belajar untuk semakin mengenal kehendak
Tuhan yang termaktub di dalam kitab suci.
Di masa prapaskah ini juga, orang tidak saja memperbaharui relasinya dengan
Tuhan tetapi juga dengan sesamanya. Sikap menjalin hubungan yang baik dengan
sesama merupakan ekspresi nyata dari mengamalkan sabda dan kehendak Tuhan di dalam
hidup berkemanusiaan.
Sesungguhnya di dalam masa prapaskah ini kita mengambil bagian di dalam
penderitaan Kristus, dimana kita tidak saja mengadakan ziarah iman tentang
peristiwa jalan salib Yesus dari kelahiran hingga kematianNya, tetapi juga mau
sedikit merasakan secara konkret penderitaan yang pernah dialamiNya.
2)
Masa Paskah
Paskah merupakan perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen.
Di dalam peristiwa paskah ini, kita merayakan peristiwa sengsara, wafat dan
kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Kristus menjadi anak domba Paskah yang
dikorbankan. Memasuki masa Paskah, menandakan bahwa masa Prapaskah telah
berakhir. Kita sekalian memasuki masa Paskah dengan terlebih dahulu merayakan
pekas suci yaitu Minggu Palma. Sebuah perayaan mengenang masuknya Yesus ke
Yerusalem dengan menggunakan keledai yang disambut dengan sorak-sorai.
Tiga hari sebelum Minggu Paskah kita merayakan tiga hari suci (Tri Hari Suci)
yaitu: hari Kamis Putih (warna liturgi putih), hari Jumat Agung (warna liturgi
merah), dan hari Sabtu Suci (warna liturgi putih). Pada hari Kamis Putih, kita
mengenang peristiwa perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya. Peristiwa
Kamis Putih ini juga menjadi peristiwa penetapan Ekaristi dimana Yesus sendiri
memberikan amanatNya kepada para murid untuk terus mengenang diriNya di dalam
perjamuan selanjutnya. Di sini saya merefleksikan bahwa Kristus selalu hadir
secara nyata di dalam perayaan ekaristi yang kita rayakan. Sebagaimana Ia
mengatakan “inilah tubuhKu, inilah darahKu, lakukan ini sebagai peringatan akan
Daku”, Kristus yang sama juga yang mengatakan “inilah tubuhKu, inilah darahKu,
lakukan ini sebagai peringatan akan Daku” ketika imam mengucapkannya di dalam
perayaan ekaristi. Perayaan ekaristi sungguh menghadirkan Kristus secara nyata
dan hidup.
Usai Yesus merayakan perjamuan paskah bersama-murid-muridNya, ia ditangkap,
diadili dan disiksa. Peristiwa penderitaan Yesus ini kita rayakan pada hari
jumat Sengsara. Di hari Jumat ini kita mengikuti perjalanan salib Yesus dari peristiwa
penangkapan Yesus, pengadilan, siksaan, menuju bukit Golgota dan akhirnya
sampai pada kematianNya di kayu salib. Ketika mengikuti merenungkan perjalanan
salib Yesus ini dengan penuh iman, kita pun akan merasakan bagaimana
kemanusiaan Yesus dirampas habis-habisan oleh ciptaanNya sendiri. Bagaimana
kita sebagai ciptaan mengadili dan menyiksa pencipta kita. Suatu peristiwa yang
paling menyakitkan.
Perayaan Jumat sengsara ini menghantar kita untuk sampai pada refleksi yang
mendalam akan cinta Tuhan yang paling agung, dimana Ia mengorbankan nyawa-Nya
sendiri demi menebus dosa-dosa kita. Ia rela menanggung dosa-dosa kita bahkan
rela untuk mati bahkan mati di salib yang hina. Peristiwa kematian Kristus di
salib ini mengajarkan kita akan makna sebuah salib. Lewat salib itulah kita
diselamatkan Tuhan. Oleh sebab itu lewat salib pun kita diajarkan Tuhan untuk
tetap setia menanggung salib kita masing-masing. Di dalam kesetiaan kita dalam
memanggul salib kita seraya tetap menaruh kepercayaan kepada Kristus kita pasti
diselamatkanNya.
Walaupun demikian sejarah Yesus Kristus tidak berhenti pada kematianNya. Pada
hari selanjutnya, Ia bangkit. Kebangkitan Kristus menjadi suatu peristiwa mulia
dimana kita kembali mendapatkan harapan, bahwa Yesus itu Tuhan yang hidup. Ia
dapat mengalahkan dosa dan maut lewat peristiwa kebangkitanNya. Di dalam dan
melalui peristiwa kebangkitan Kristus ini iman kita memiliki dasar yang kokoh
dan iman kita kepadaNya tidak pernah sia-sia dan para murid adalah saksiNya.
Setelah triduum Paskah ini di sebut oktaf paskah hingga hari minggu setelah
Minggu paskah. Selanjutnya pekan paskah yang berlangsung selama 7 Minggu dan
berakhir pada hari pentekosta.
3)
Masa Biasa
Masa biasa di dalam tahun liturgi dimulai setelah hari penampakan Tuhan
(Epifani) dan berakhir pada hari raya Kristus raja semesta alam. Warna khas
liturgi pada masa biasa ini adalah hijau yang menandakan masa yang penuh
harapan. Disebut Masa Biasa karena di dalam masa ini tidak terdapat Misteri
Kristus yang dirayakan secara khusus. Masa biasa memberi kesan bahwa masa itu
tidak ada perayaan yang terjadi secara luar biasa. Misteri Kristus dirayakan
secara meriah hanya di hari Minggu. Dimana tema utama di dalam bacaan-bacaan
pada hari Minggu, selalu menyangkut misteri Kristus.
Akan tetapi perayaan masa biasa ini jangan dilihat sebagai suatu perayaan yang
kurang nilai keselamatannya. Atau suatu perayaan yang tidak lengkap. Perayaan
ekaristi pada masa biasa juga adalah suatu perayaan yang penuh, yakni di
dalamnya, dirayakan secara utuh misteri penyelamatan Yesus. Oleh sebab itu
tidak dibenarkan jika kita menyepelehkan misteri iman yang kita rayakan dalam
ekaristi di masa biasa ini. Sebagaimanapun Ekaristi itu dirayakan, Ekaristi
tetap menjadi sumber dan puncak kehidupan kita. Maka sangatlah tidak benar jika
kita hanya mengambil bagian di dalam perayaan Ekaristi secara aktif pada
masa-masa Natal dan Paskah.
Perayaan keselamatan Allah itu terjadi secara terus menerus. Oleh sebab itu,
kita pun harus merayakannya tanpa henti. Bukan berarti juga kita menyangkali
hari-hari khusus yang telah ditetapkan gereja di dalam tahun liturgi. Tetapi
bahwa di dalam masa biasapun kita tetap merayakan misteri yang sama walau tak
dirayakan secara istimewa, yaitu ucapan syukur atas karya penebusan dan kenangan
akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.
Lebih dari itu hari minggu pun disejajarkan dengan hari-hari raya lainnya.
Dimana pada hari Minggu, bersama seluruh umat beriman kita merayakan dengan
penuh syukur karya penyelamatan Allah yang hadir dalam diri Yesus Kristus lewat
peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Bersama umat beriman juga kita mengucap
syukur karena selama sepekan kita mendapatkan perlindungan dan kasih karunia
Tuhan. Dan dengan merayakannya kita sesungguhnya menguduskan hari Tuhan sesuai
perintah Allah yang ke tiga serta menunaikan lima perintah Gereja yang
mengatakan rayakanlah Ekaristi pada hari Minggu dan Hari Raya yang diwajibkan,
dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.
2.
Perayaan
1)
Kenaikan Tuhan
2)
Turunnya Roh Kudus atas
Para Rasul
3)
D Pesta Ordo / Kongreagasi
komunitas religious
4)
Hari Tuhan
Hari Minggu adalah hari di
mana umat berkumpul merayakan liturgi, "untuk mendengarkan Sabda Allah dan
ikut serta dalam perayaan Ekaristi, mengenangkan sengsara, kebangkitan dan
kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah" (Sacrosanctum
Concilium no 106).
5)
Peringatan Orang Kudus
Dalam daur tahunan, Gereja
merayakan peringatan para martir dan orang kudus sebagai perayaan Paska Tuhan
di dalam mereka "yang telah menderita dan dimuliakan bersama Kristus.
Gereja memaparkan teladan mereka kepada umat beriman dalam menarik semua orang
kepada Allah Bapa melalui Kristus, dan atas pahala-pahala yang diterima para martir
dan orang kudus, Gereja memohon karunia-karunia dari Allah" (Sacrosanctum
Concilium no 104).
6)
Ibadat Harian (Horarium)
Ibadat Harian merupakan
doa seluruh Gereja. Setiap orang ambil bagian di dalamnya sesuai dengan
tempatnya di Gereja dan menurut status hidupnya: para imam, biarawan dan
biarawati, dan awam menurut kemungkinan yang ada pada mereka. Ibadat Harian
dapat dilakukan bersama atau secara perorangan. Ibadat Harian seakan-akan
merupakan kelanjutan dari perayaan Ekaristi.